BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 11 Mei 2009

PEMERINTAH HARUS EVALUASI UN

PEMERINTAH HARUS EVALUASI UN


[JAKARTA] Kegagalan siswa di sejumlah daerah dalam uji coba (try out) ujian nasional (UN) yang mencapai 75 persen, merupakan sinyalemen kondisi pendidikan nasional dan dikhawatirkan menjadi sinyal tingkat kegagalan dalam UN yang sebenarnya nanti. Hasil uji coba itu, harus menjadi bahan evaluasi terhadap pelaksanaan UN, sehingga tidak yang dirugikan.

''Jika UN dijadikan sebuah penentu standardisasi kelulusan, UN menjadi fokus seluruh kegiatan sekolah. Akibatnya, kegiatan sekolah lainnya yang sama pentingnya, terabaikan mengabaikan. Sekolah-sekolah berlomba-lomba memfokuskan pada UN," kata Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bedjo Sujanto, kepada Pembaruan, Senin (5/3).

Bedjo menerangkan, untuk menghadapi sebuah mementum seperti UN, sekolah tidak bisa mempersiapkannya secara instan. "Harus ada sebuah proses pembelajaran yang benar di sekolah," katanya.

Bedjo mengatakan, hasil uji coba UN itu harus menjadi bahan evaluasi pemerintah. Salah satunya adalah bahwa tidak semua sekolah ternyata siap mengikuti UN.

Pakar pendidikan dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta M Marcellino PhD menyatakan, penyelenggaraan UN telah merugikan berbagai kalangan, mulai dari siswa, pendidik, penyelenggara institusi pendidikan, dan orangtua siswa. Sebab, sampai kini pemerintah belum melakukan kajian komprehensif mengenai kebijakan UN.

"Survei dan kajian tentang mutu pendidikan secara nasional, merata, berkala, dan mendalam, termasuk antara lain, kualifikasi pelaku pendidikan, baik pada tataran pencapaian jenjang akademik maupun jam terbang mengajar para guru, beban mengajar tiap guru secara nasional, fasilitas penyelenggara pendidikan, keterlibatan guru dalam perencanaan sumber daya manusia untuk peningkatan mutu pengajaran secara berencana, analisis buku teks yang dipakai di tiap sekolah dan di tiap daerah, belum pernah dilakukan secara terencana, sistematis, dan berkala," katanya.

Karenanya, kata Marcellino, sampai kini belum ada umpan balik tertulis yang komprehensif dari pemerintah atas proses dan mutu pendidikan nasional yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam menentukan kebijakan fundamental. Marcellino menyatakan sudah sepantasnya pemerintah meninjau kembali hasil kebijakannya karena semua belum ditopang data pendidikan yang akurat dan komprehensif.

Pandangan serupa disampaikan Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman. Dia mengatakan, buruknya hasil uji coba UN di sejumlah daerah memperlihatkan bahwa alat evaluasi UN tidak bisa dijadikan alat ukur yang bersifat final. Suparman mengatakan, kegagalan siswa di sejumlah daerah dalam uji coba UN menunjukkan bahwa pemerintah telah bersikap arogan dengan tetap melaksanakan UN.

"Ini bisa menjadi umpan balik bagi pemerintah bahwa masih ada nilai-nilai lain yang sebenarnya bisa menjadi tolok ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran," katanya.

75 Persen Gagal

Sebanyak 75 persen peserta uji coba UN tingkat SMP dan SMA dan atau sederajat tahun ini di Kabupaten Tulungagung, gagal. Dari 21.684 siswa peserta UN yang diikutsertakan belum lama ini, terdapat 16.263 siswa terbukti gagal.

"Hasilnya jeblok, jauh di bawah angka standar UN tahun 2007 ini sehingga mayoritas gagal mencapai prestasi nilai terendah 5,00 untuk mata ujian Bahasa Inggris dan Matematika," ujar Kepala Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Tulungagung, Drs Maryoto Birowo, pekan lalu.

Maryoto Birowo khawatir, jika tidak ada upaya serius dari siswa dan sekolah, gambaran hasil uji coba tersebut, akan sama dengan pelaksanaan UN yang sebenarnya nanti. Karena itu, tidak ada kata lain dalam satu bulan terakhir para guru dan siswa harus berjuang mati-matian meningkatkan pemahaman bidang studi UN.

Kondisi serupa sebelumnya juga dilaporkan terjadi di Denpasar, Bali, yakni mayoritas pesertanya tidak lulus, jika mengikuti standar kelulusan UN. Selain di Bali, laporan yang sama juga terjadi di Kota Malang, Jawa Timur dan dikhawatirkan, hasil uji coba itu merupakan gambaran kegagalan di UN yang sebenarnya nanti. (Adapted from Suara Pembaruan, March 6, 2007)

[yap/pr-03/2007]

0 komentar: