BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 29 April 2009

resume evaluasi pengajaran


Tugas Review Buku

Identitas buku
Judul Buku : Evaluasi Program
Pengarang : DR.Farida Yusuf Tayibnapis, M.Pd.
Tebal buku : 195 halaman
Cetakan : cetakan pertama September 2000
Penerbit : Rineka Cipta


Evaluasi telah didefinisikan oleh beberapa ahli. Salah satu ahli yang mendefinisikan evaluasi adalah Ralph Tyler yang memberikan kesimpulan bahwa evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat tercapai.
Evaluasi sendiri memiliki dua fungsi yaitu fungsi formatif yang dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya) dan fungsi sumatif yang dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi, atau lanjutan.
Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggung jawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
Di dalam evaluasi terdapat kriteria penilaian suatu objek yaitu :
• Kebutuhan, ideal, dan nilai – nilai
• Penggunaan yang maksimal dari sumber – sumber dan kesempatan
• Ketepatan efektifitas training
• Pencapaian tujuan yng telah dirumuskan dan tujuan penting lainnya. kriteria yang ganda hendaknya sering dipakai.
Di dalam evaluasi terdapat beberapa jenis metode seperti naturalistik, analisis system, dll. Standar di dalam evaluasi yang paling komprehensif dan rinci yaitu adanya utility (bermanfaat dan praktis), accuracy (secara teknik tepat), feasibility (realistic dan teliti), propperiety(dilakukan dengan legal dan etik).
Model evaluasi adalah model yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatannya atau tahap pembuatannya. Evaluasi juga dibedakan berdasarkan waktu pelaksanaannya, kapan evaluasi dilakukan, untuk apa evaluasi dilakukan, dan acuan serta paham yang dianut oleh evaluator .
model evaluasi terdapat beberapa jenis:
• Model evaluasi CIPP evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternative keputusan. Dalam model in evaluasi dibagi menjadi 4 macam yaitu contect evaluation to serve planning decision, input evaluation structuring decision, process evaluation to serve implementing decision, dan product evaluation to serve recycling decision.

• Model evaluasi UCLA evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih berbagai alternative. Dalam model ini terdapat 5 macam evaluasi yaitu system assessment, program planning, program implementation, program improvement, dan program certification.


• Model Brinkerhoff setiap design evaluasi umumnya terdiri atas elemen yang sama. Terdapat 3 golongan evaluasi yaitu fixed vs emergent evaluation design, formative vs summative evaluation, experimental and quasi experimental design vs natural inquiry.

• Model stake atau model countenance menjelaskan bahwa dalam evaluasi terdapat 2 dasar kegiatan yaitu descriptions dan judgement dan membedakan adanya 3 tahap dalam program pendidikan yaitu antecedents(context), transaction(process), dan outcomers(output).
Ada beberapa konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, dinamakan dengan pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini diartikan sebagai beberapa pendapat tentang tugas evaluasi dan bagaimana dilakukan, denagn kata lain tujuan dan prosedur evaluasi.
Jenis – jenis pendekatan evaluasi yaitu:
• Pendekatan eksperimental
yaitu evaluasi yang berorientasi pada penggunaan experimental science dalam program evaluasi. Tujuan evaluator yaitu untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu yang mengontrol sebanyak – banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program. Evaluator berusaha sekuat tenaga menggunakan metode saintifik sebanyak mungkin. Keuntungan dari pendekatan ini yaitu kemampuannya dalam menarik kesimpulan yang relative objektif , generalisasi jawaban terhadap pertanyaan program yang bersangkutan. Hal ini membuat pendekatan ini lebih popular, terpercaya, dan disukai pemakai.

• Pendekatan yang berorientasi pada tujuan
yaitu pendekatan yang memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan ini mempengaruhi hubungan antara evaluator dan klien karena proses memperjelas tujuan ini memerlukan interaksi yang sering dengan klien, maka sifat independen evaluator tidak seperti pada pendekatan eksperimen. Evaluator lebih bersifat seperti mentor terhadap klien.


• Pendekatan yang berfokus kepada keputusan
yaitu menekankan pada peranan informasi yang sistematis untuk mengelola program dalam menjalankan tugas. Pengumpulan data dan laporan dibuat untuk menambah efektifitas pengelolaan program. Keunggulan pendekatan ini ialah perhatiannya kepada kebutuhan pembuat keputusan yang khusus dan pengaruh yang makin besar pada keputusan program yang relevan. Keterbatasan pendekatan ini yaitu banyak keputusan penting dibuat tidak pada waktu yang tepat.

• Pendekatan yang berorientasi pada pemakai
yaitu evaluator memakai elemen – elemen yang mempengaruhi kegunaan evaluasi antara lain adalah pendekatan, kepekaan,faktor kondisi dan situasi seperti kondisi yang telah ada. Kelebihan pendekatan ini adalah perhatiannya terhadap individu yang berurusan dengan program dan perhatiannya terhadap informasi yang berguna untuk individu tersebut. Keterbatasan pendekatan ini adalah ketergantungannya terhadap kelompok yang sama dan kelemahan ini bertambah besar pengaruhnya sehingga hal – hal lain diluar itu kurang mendapat perhatian.


• Pendekatan yang responsive yaitu percaya bahwa evaluasi yang berarti yaitu mencari perhatian suatu isu dari berbagai sudut pandangan dari semua orang yang terlibat yang berminat dan yang berkepentingan dengan program. Kelebihan pendekatan ini adalah kepekaannya terhadap berbagai titik pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigis dan yang tidak fokus. Pengaruh pendekatan ini ialah evaluator menghabiskan banyak waktu berbicara dengan klien,mengamati kegiatan program, mencoba menyaring hal yang dipandang penting oleh klien.

• Goal free evaluation (evaluasi bebas tujuan) memiliki ciri – ciri antara lain evaluator sengaja menghindar umtuk mengetahui tujuan program, tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus evaluasi, evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncenakan, hubungan elevator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin, dan evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan.
Di dalam evaluasi terdapat desain evaluasi program yaitu rencana yang menunjukan bila evaluasi akan dilakukan dan dari siapa evaluasi atau informasi akan dikumpulkan selama proses evaluasi.
Terdapat berbagai jenis desain yaitu:
• Desain dalam evaluasi sumatif
• Desain dalam evaluasi formatif
Di dalam melakukan evaluasi, informasi yang dikumpulkan yaitu informasi yang harus dicari untuk emjawab pertanyaan evaluasi. Memilih sumber informasi atau metode yang tepat biasanya berdasarkan pertimbangan yang praktis yaitu informasi yang sudah tersedia, dana yang sudah tersedia, dan dengan prosedur yang dapat kerjakan.
Ada sejumlah pertimbangan yang perlu diingat ketika memilih informasi umumnya pertimbangan keuangan yang memaksa evaluator harus memakai teknik akurasi. Yang kedua adalah terpercaya maksudnya ialah informasi yang akurat, diberikan oleh orang atau sumber yang juga terpercaya dan benar. Kemudian praktis yaitu informasi yang diperolah dengan wajar, tidak mahal, dan tidak sulit. Sumber dan informasi yang kompleks, analisisnya akan mahal, dan belum tentu akan terpakai karena memakan waktu untuk menganalisisnya. Selanjutnya prioritas yang dihubungkan dengan waktu dan dana.
Informasi harus diserahkan tepat pada waktunya apabila terlambat tentu akan berguna lagi bagi pemegang keputusan. Oleh sebab itu harus dibuat jadwal dan target sehingga dapat diselesaikan tepat waktu. Dan yang terakhir adalah akurasi yaitu informasi yang relevan dan terpercaya dan tak banyak kesalahan terutama tentang metode dan proses pengumpulan data dan analisisnya. Informasi yang tidak akurat yang banyak kesalahan akan memberikan salah tafsir dan dapat menyesatkan klien dan pemegang keputusan.
Oleh sebab itu pengumpulan data perlu dimonitoring, tentukan bagaimana analisisnya, kalau perlu sewa konsultan luar untuk menganalisis kembali data yang banyak dan rumit.
Di dalam evaluasi terdapat 2 macam metode sampling yaitu :
• Metode acak (random)
yang dipakai untuk membuat sampel dengan tingkat keacakan tertentu , bebas dari bias. Dapat memakai perhitungan statistik untuk menggeneralisasi penemuannya pada tingkat kebenaran tertentu. Jenisnya yaitu straight random sampling, quota sampling, stratifield sample dan matrix sample.

• Metode purposive
yang dipakai untuk membuat sample yang akan mewakili sudut pandangan tertentu atas penilaian mereka yang memilih sample. Jenisnya yaitu key informants, expert judqes, extreme group, dan grapevine sampling.
Di dalam evaluasi terdapat berbagai macam instrumen yaitu :
• Validitasnyamenghasilkan informasi yang benar, berguna, dan autenik tentang apa yang diukur dan direkam.

• Reliabilitasnyamengukur dan merekam dengan akurat, kesalahan diusahakan seminimum mungkin pada skor dan informasi yang diperoleh dari instrument.


• Instrumen tidak berubah mempengaruhi objek yang diukur dan yang direkam , hal ini harus dihindari dengan membuat instrument secermat mungkin.

• Kesesuaian dengan respondenbahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan responden.

• Sesuai dengan analisis yang dikehendaki dalam jumlah dan kategori yang direncanakan.


• Ekonomis instrument tidak mahal dalam memilih, mengembangkan, menguji coba, merevisi, mengumpilkan, menganalisis, dan mengintepretasi harus mempertimbangkan kemampuan dari segi biaya dan waktu.
Di dalam evaluasi juga terdapat analisis yaitu proses untuk mengetahui informasi yang telah dikumpulkam. Analisis termasuk mengolah data yang telah dikumpulkan untuk menentukan kesimpulan yang didukung data tersebut, seberapa banyak ia mendukung dan tidak mendukung kesimpulan. Tujuan analisis adalah membuat singkatan dari data dan menyimpulkan pesan yang ada di dalamnya sebagai informasi yang dapat dipakai sebagai dasar yang tentatif untuk keputusan.
Data yang harus diolah dengan tepat, disimpan, disiapkan, dan dianalisis. Hal ini termasuk memberi kode kepada data, menyatakan, dan mengaturnya kemudian menyimpan di tempat yang aman. Mengatur data sedemikian rupa sehingga dapat mudah digunakan, jangan hilang atau terlupakan. System kode dalam mengolah data memungkinkan untuk merekam hasil evaluasi dalam satu rekaman dan dengan demikian dapat disiapkan untuk analisis komputer.
Ada dua dasar pendekatan kode yang dapat dipakai untuk data kuantitatif yaitu numerical codes, memecahkan data naratif menjadi bagian kecil sesuai dengan system yang dipilih. Yang kedua adalah literal codes dimana data naratif dipecah menjadi bagian yang kecil, dikategorikan sesuai dengan system yang dipilih.
Selanjutnya tentang petunjuk memberi kode dan mengatur data, terdapat beberapa cara yaitu:
• Jangan terlalu banyak menggunakan kode.
Setiap kali melakukan pengkodean akan mentransform atau mengubah bentuk data yang secara potensial mengurangi artinya.

• Buatlah kode sesederhana mungkin.
Bila kode sulit dan kompleks, kesalahan dapat saja terjadi akibatnya menjadi kurang reliable dan kurang berguna.


• Pilihlah variable koding berhati – hati.
Dapat memberi kode kepada informasi atau data yang diperoleh dari instrument.


• Latihan asisten anda.
Umumnya tugas koding dapat dikerjakan oleh siapa saja, karena tidak sulit. Dapat juga dilakukan oleh juru tulis.


• Desain untuk koding.
Mengatur kode sesuai dengan instrument yang akan dipakai lebih menolong.

• Simpanlah rekaman data.
Simpanlah rekaman untuk setiap koding. Proses, langkah – langkah, sehingga mudah ditelusuri apabila diperlukan.

• Tetap menjaga etika.
Tetaplah menjaga etika atau norma, dan aturan yang berlaku, kerahasiaan, perjanjian, dan lain –lain sehingga data cukup bersih dan dapat dipertanggungjawabkan.
Proses analisis berjalan berputar seperti siklus. Data berangsur – angsur mulai jelas dan memperlihatkan kata – kata kunci. Dapat mulai merumuskan kesimpulan yang tentatif berdasarkan petunjuk tersebut, kemudian bekerja lagi dengan data tersebut, dan mungkin pula menambah data lagi untuk menentukan seberapa jauh data mendukung kesimpulan tentatif tersebut. Hal ini membawa pada kejelasan yang bertambah jelas, meneruskan analisis atau menambah data. Terus berputar dalam siklus sehingga lebih mudah dipahami.
Jika dalam informasi untuk dua kelompok orang atau lebih, misalnya untuk mereka yang mengikuti lokakarya dan mereka yang tidak ikut lokakarya. Informasi dapat dipakai untuk memperkirakan apakah kelompok tersebut memang berbeda. Pengetesan hipotesis ialah cara untuk menentukan apakah perbedaan yang ditemukan antara kelompok memang betul atau hanya kebetulan.
Ciri kelompok yang biasa dibandingkan yaitu termasuk mean, proporsi, korelasi, dan varian. Analisis khusus yang dipakai tergantung pada beberapa hal, misalnya jumlah yang akan dites, bagaimana memilih kelompok yang diukur, dll. Mean, median, atau modus merupakan tiga cara untuk menerangkan tendensi sentral dari sekelompok skor. Mean diperoleh dengan menjumlahkan semua skor dan membagi jumlah itu dengan banyaknya skor total.
Median adalah nilai tengah dari kumpulan skor. Sebagian dari nilai skor tersebut ada di atas median dan sebagian lagi ada dibawahnya. Modus adalah nilai yang sering muncul pada kelompok skor. Cara untuk mengambil skor khusus diatas akan memberikan jawaban yang hampir sama. Hal ini terjadi jika distribusi frekuensinya mendekati normal atau membentuk kurva normal.
Range dan standar deviasi merupakan dua cara untuk menerangkan penyebaran sekelompok skor. Range ialah selisih antara skor tertinggi dan terendah. Standar deviasi adalah akar kuadrat dari rata – rata kuadrat simpangan terhadap mean skor kelompok itu. Tingkat persentil dan skor standar adalah dua cara untuk menjelaskan bagaimana skor individu dibandingkan dengan skor lainnya dalam kelompok. Rank ialah persentasi kasus yang jatuh di bawah skor individu. Skor standar dinyatakan dalam satuan standar deviasi di atas atau dibawah mean kelompok.
Analisis data berfokus pada mengatur dan mengurangi informasi dan membuat kesimpulan statistik, disamping memberi arti kepada informasi. Analisis diartikan juga sebagai mengatur dan menilai fakta, menafsirkan pendangan, dan merumuskan kesimpulan yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan dengan hati –hati, adil, dan terbuka. Tafsiran berarti menilai objek evaluasi dan menentukan dampak penilaian tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran data.
Pandangan sebagai hasil pengalamannya, pandangan yang unik, berkembang dan berorientasi pada keunikan pengalaman hidupnya. Menafsirkan data bukan hanya pekerjaan evaluator. Kebanyakan evaluator telah mengetahui bahwa menafsirkan dan meringkas hasil secara terpisah merupakan hal yang tidak praktis. Evaluator hanya memberikan pandangan saja dari sekian banyak pandangan, tetapi pada kenyataannya evaluator kurang siap untuk menerima pandangan lain dari orang yang masih mempunyai pandangan yang masih segar.
Di dalam evaluasi juga terdapat evaluasi meta yaitu evaluasi yang dilakukan bersama kegiatan evaluasi yang biasa atau rutin untuk perbaikan sehingga evaluasi akan bertambah baik. Dapat dilakukan ketika sedang mengevaluasi atau sesudah evaluasi selesai, dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan. Evaluasi meta eksternal yaitu evaluasi yang dilakukan konsultan dari luar program dapat dipakai untuk melihat kebenaran dan menilai desain evaluasi untuk lebih meyakinkan dan dapat dipercaya.
Evaluasi meta internal tidak terlalu formal, dapat dipakai untuk merevisi suatu evaluasi dan juga dapat menolong untuk terus dapat mengikuti kegiatan proses evaluasi. Yang melakukan evaluasi ini adalah evaluator meta, pemakai evaluasi, dan evaluator ahli. Standar yang dipakai dalam evaluasi ini adalah utility standard, feasibility standard, propriety standard dan accurancy standards.
Dalam melakukan evaluasi ini terdapat beberapa langkah- langkah yaitu:
• Siapkan satu salinan desain yang siap untuk direview. Evaluasi meta formatif disarankan sesegera mungkin setelah desain selesai dirumuskan supaya review produktif.

• Tentukan siapa yang akan melakukan evaluasi meta


• Pastikan bahwa ada hak untuk melakukan evaluasi meta.

• Gunakan standar atau kriteria meta evaluasi untuk melakukan evaluasi meta. Apabila sponsor atau klien yang melakukan evaluasi meta itu urusannya menentukan kriteria evaluasi, tetapi apabila ia seorang evaluator spesiallis, maka hendaknya menggunakan kriteria atau standar yang telah disepakati.


• Gunakan kriteria atau standar evaluasi pada desain. Beberapa kriteria evaluasi meta melampirkan alat bantu untuk mengeplikasikan kriteria yang diberikannya.

• Periksa kecermatan desain evaluasi. Tidak ada satu desain pun sempurna . oleh sebab itu, perlu dilihat kembali apakah desain perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi program.



















TUGAS REVIEW BUKU
MATA KULIAH EVALUASI PENGAJARAN
“Evaluasi Program”






Disusun Oleh :
Nama : Erien Gmelina Putrindi
No. Reg : 1445071164



MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGRI JAKARTA
2009

Selasa, 28 April 2009

curhatz 4 eva 내가 말했지


Selain sibuk sama tugas yang ga nanggung- nanggung buanyaknya,,,yang sebagian besar bersumber dari dosen yang nyuruh aku buat blog ini...aku juga sibuk sama forum and facebook...ga penting seh sebenernya..hahahha....hanya saja banyak yang kudapat..hehehehe...salah satunya akku wall to wall ma leeteuk oppa coba,,,senangnya aku bisa bersama dengan dia....ga nyangka aja bisa kejadian..hihihi....seru banget ntar aku umumin di forum...kalo mau gabung ya di sujunesia,,,hehehehe...byar semua orang iri ma aku..pengennya seh dia segera mewujudkan janjinya padaku..amin ya Tuhan... pokoknya aku akan mendukungnya sampai akhir..ah lebay..hihihi...neh aku berbagi...dia ngomong ke aku 안녕하세요, 잘 지내 시죠?
대단히 감사합니다,이 노래가 아주 좋은 ... 우리는 사랑
곧 얘기를 희망
많은 키스...jangan minta diartiin kalo mau tau usaha dunk...hahahaha...dah ah..cu next time..hugs and kisses..

hasil translate jurnal

Administrasi & Kepemimpinan

Manajemen Pendidikan



Tantangan Pembelajaran Yang Dilibatkan Dalam
Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Pembelajaran

RINGKASAN
Studi di dalam artikel ini dibuat untuk memahami tantangan pembelajaran yang dilibatkan di dalam mengembangkan kepemimpinan pembelajaran yang dipusatkan di sekolah-sekolah. Itu didasarkan pada 1998 Southworth, 2004) gagasan kepemimpinan untuk meningkatkan sekolah-sekolah, meliputi promosi yang memusatkan dan meningkatkan pada pembelajaran semua tingkat melalui pengembangan profesional dan berfokus kepada mutu pengajaran dan pembelajaran siswa. evaluasi dari suatu prakarsa di dalam Selandia Baru yang dirancang untuk membantu para pemimpin untuk mengembangkan kualitas seperti itu yang meliputi tiga Tantangan pembelajaran ketika mengembangkan bentuk kepemimpinan ini.
Yang pertama dari tantangan-tantangan tersebut adalah bahwa para pemimpin sekolah tidak merasa diri mereka atau ketrampilan-ketrampilan mereka sebagai target dari prakarsa, walaupun sebenarnya mereka dicalonkan menjadi fokus. yang kedua adalah bahwa mereka lebih memperhatikan kerja sama para guru satu dengan yang lain dibanding apakah kerja sama tersebut dapat membawa perbaikan terhadap cara belajar siswa.Yang ketiga adalah bahwa mereka tidak menempatkan proses-proses organisatoris yang mendukung bukti-bukti yang dihubungkan dengan keprofesionalan dalam belajar.Implikasi untuk mengembangkan kepemimpinan dalam pemusatan pembelajaran telah dibahas, termasuk macam-macam pesan yang disampaikan kepada para pemimpin mengenai tujuan dari prakarsa-prakarsa tersebut yang dirancang untuk mengembangkan kepemimpinan itu.

Seperti lingkungan-lingkungan di mana para pemimpin sekolah harus beroperasi sudah meningkatkan dan menjadi lebih kompleks, maka kita harus mempunyai konsep-konsep tentang kepemimpinan dan bagaiman hal itu dapat menjadi efektif.Southworth (1998, 2004) sudah memperkenalkan salah satu uraian yang lebih bermanfaat tentang apa yang harus dilakukan pemimpin di dalam meningkatkan kualitas sekolah dasar melalui beberapa gagasan yang saling berhubungan. Tiga kunci yang berkaitan dengan bukti kepemimpinan,fokus kepada membagi dan mengembangkan kepemimpinan pada semua tingkatan dan perbaikan profesionalisme belajar yang berfokus pada peningkatan pembelajaran siswa.
Bukti keterkaitan manajemen dan kepemimpinan tidak hanya berfokus pada tujuan sekolah tersebut, nilai-nilai dan kebijakan-kebijakan, tetapi juga menguji seberapa baik mereka merealisasikannya dalam praktek. Bagian yang penting dari proses ini adalah memantau prestasi siswa yang berhubungan dengan target-target dan menggunakan data itu untuk mencerminkan implementasi kebijakan,kemajuan siswa dan kinerja sekolah. Membagikan kepemimpinan berbicara tentang gagasan di mana kepemimpinan adalah suatu kolabosi dan tindakan kerja sama dengan saling ketergantungan di antara pemain-pemain kunci. Hal ini tidak sama seperti pendelegasian tugas atau tanggung jawab, atau memisahkan kepemimpinan dan manajemen,tetapi lebih kepada konsep yang terintegrasi tentang bagaimana pekerjaan tersebut diselesaikan dengan baik. Gagasan ini sudah menerima perhatian utama dari sarjana-sarjana kepemimpinan yang dimaksudkan untuk membagi kepemimpinan atau mendistribusikan kepemimpinan dimana semuanya itu mengacu pada gagasan bahwa para pemimpin tidak memimpin sendirian tetapi mempunyai hubungan timbal balik dengan para pengikut yang juga terkadang adalah para pemimpin (Copland, 2003; Spillane et al., 2004). Suatu fokus dalam perbaikan profesionalisme belajar adalah paling efektif jika hal itu berlangsung di lingkungan sekolah tersebut karena pelajaran yang menjadi satu bagian integral dalam setiap pengoperasian sekolah. Southworth (2004) mencatat di dalam studinya dari kesuksesan sekolah dasar bahwa, “Banyak sekolah menganggap bahwa kesuksesan sekolah adalah cara sekolah tersebut menjadi tempat kerja dan juga suatu tempat pembelajaran bagi guru dan staf ”.
Budaya profesionalisme belajar ini merupakan penghubung sistem belajar dan mengajar siswa, dan oleh karena itu, perlu dipelajari oleh para guru untuk menimbulkan dampak yang lebih efektif terhadap prestasi siswa. Masing-masing gagasan ini berkaitan erat satu sama lainnya,sebagai contohnya,menggunakan bukti adalah asas untuk mempromosikan profesionalisme dalam belajar dan mutu pengajaran, jika tidak pengembangan dari pengetahuan mungkin tidak bermanfaat bagi para siswa. Karena pelajaran dan perbaikan adalah suatu proses yang kompleks,peran kepemimpinan harus fleksibel dan dapat berpindah sebagai tantangan-tantangan baru yang akan dihadapi dan memerlukan keahlian yang berbeda-beda. Berbagai penjelasan telah diciptakan untuk menangkap kepemimpinan jenis ini,termasuk kepemimpinan instruksional (Elmore, 2000), pemimpin pembelajaran (Murphy,2002) dan kepemimpinan yang dipusatkan pada pembelajaran(Southworth, 2004). Untuk memenuhi nya,para pemimpin sekolah harus mampu mendapatkan perhatian yang stabil dan kuat terhadap minat akan pelajaran siswa dan bersiap-siap untuk belajar tentang pembelajaran itu sendiri. Menjadi 'pelajar kepemimpinan' adalah suatu pembeda karakteristik dari kepemimpinan seperti itu ( Emas et al., 2003).
Salah satu alasan untuk penekanan terhadap kepemimpinan pembelajaran terpusat telah menjadi sesuatu yang diperhatikan adalah dengan melakukan pengenalan tentang pengaturan diri sendiri dan mengatur sekolah-sekolah di banyak negara pada tahun 1990-an memimpin para kepala sekolah menjadi lebih difokuskan kepada karya efisien tugas manajemen dibanding di menyediakan professional tujuan yang profesional untuk sekolah tersebut (Southworth, 1998). Penekanan terhadap kepemimpinan pemusatan pembelajaran adalah sebagian tentang memperoleh kembali peran yang profesional dari kepala sekolah, sekalipun hanya dalam kedok yang lebih modern dibanding dengan mengatur sekolah tersebut. Diberitahukan bahwa Selandia Baru mengadopsi salah satu bentuk yang lebih ekstrim dari pengendalian diri dalam 1989, tidak mengejutkan bahwa bentuk perhatian ini merupakan bagian dari alasan bagi lembaga pendidikan untuk memperkenalkan satu prakarsa untuk memfokuskan kembali kepala sekolah dan staf manajemen terhadap kepemimpinan mereka yang profesional dalam sekolah tersebut. Perhatian lembaga tersebut adalah, bahwa restrukturisasi sekolah selama tahun 1990-an telah memfokuskan kepala sekolah di hal-hal organisatoris, seperti sumber daya dan manajemen keuangan, dan peran instruksional mereka yang telah melemah. Penelitian melaporkan di dalam artikel ini menguji sebagian dari tantangan yang melibatkan pengembangan penbelajaran dan peranan yang berorientasi profesional. Lembaga ingin mengembangkan lebih banyak bukti berkaitan dengan pembelajaran kepemimpinan melalui satu prakarsa yang melibatkan fasilitator nasional dengan kepala sekolah dan pemimpin literatur di masing-masing sekolah untuk mengembangkan proyek-proyek riset di bidang ilmu berbasis kelas yang difokuskan pada peningkatan prestasi siswa.

Konteks Dalam Belajar
Literatur(pemberantasan buta huruf)telah terpilih sebagai fokus prakarsa lembaga untuk mengembangkan pusat pembelajaran kepemimpinan karena pembelajaran internasional sudah secara konsisten menunjukkan hal itu,meski para siswa Selandia Baru pada umumnya mencetak prestasi baik di atas rata-rata, yang secara relatif merupakan proporsi yang tinggi bagi para siswa untuk mencetak prestasi pada tingkatan-tingkatan yang sangat rendah. Sebagai contoh, PISA 2000 mengungkapkan bahwa, meski Selandia Baru mempunyai rata-rata ketiga paling tinggi dan juga mempunyai simpangan baku kedua yang paling tinggi untuk pembaca usia 15 tahun di antara 32 negara-negara yang ikut ambil bagian (Kirsch et al., 2002; OECD, 2001).
Pada tahun 1999, suatu tugas literatur telah disiapkan untuk membuat rekomendasi untuk mengenali perbedaan-perbedaan di dalam prestasi. Dari antara rekomendasi-rekomendasi tersebut salah satunya bahwa para kepala sekolah, sebagai pemimpin profesional harus mempunyai suatu pemahaman bagaimana pelajar-pelajar belajar seperti yang telah dirancangkan oleh sekolah tersebut dan para guru didukung untuk mencapai hasil yang terbaik (NZ Ministry Education, 1999). Lembaga Pendidikan Nasional merespon dengan menyiapkan satu prakarsa yang disebut 'Kepemimpinan Literatur'. Melalui prakarsa ini, lembaga pendidikan dituntut untuk menyediakan dukungan dan pelatihan bagi para kepala sekolah dan para pemimpin literatur mereka di dalam mengambil peran yang lebih banyak dalam pembelajaran yang terpusat.
Sejalan dengan Kebijakan manajemen sendiri milik Selandia Baru, sekolah-sekolah diundang untuk mengambil bagian. Tidak ada paksaan. Prakarsa melibatkan fasilitators nasional yang menawarkan satu rangkaian lokasi tempat kerja dan sumber daya bahan-bahan, dan dukungan kepada para kepala sekolah dan para pemimpin literatur yang dicalonkan mereka yang akan bekerja bersama staf mereka untuk memperbaiki instruksi literatur. Peran dari kepemimpinan literatur ini di dalam masing-masing sekolah merupakan hal yang baru. Sekolah-sekolah mencalonkan siapapun yang mereka anggap pantas untuk peran dengan tanggung-jawab apapun juga yang sesuai. Tujuan dari prakarsa kepemimpinan adalah untuk menaikkan prestasi di dalam bidang literatur untuk tahun 1-4, terutama bagi para siswa yang jarang tampil atau kurang aktif. Suatu jumlah besar dari material yang berhubungan dengan prakarsa itu dikirim ke sekolah-sekolah termasuk pernyataan-pernyataan di bawah ini:
• suatu pemahaman tentang bagaimana para siswa dan para guru belajar dan bagaimana para guru mengajar;
• suatu pemahaman tentang praktek pengajaran literatur yang efektif;
• pengetahuan tentang strategi, dukungan dan bahan-bahan untuk meningkatkan program literatur;
• belajar tentang kerangka-kerangka untuk menaruh proses-proses pada tempatnya untuk memperbaiki prestasi literatur;
• menambah kemampuan belajar dari data tentang praktek-praktek literatur dan prestasi.
Para kepala sekolah dan pemimpin literatur didukung untuk menghasilkan suatu visi literatur, dinyatakan melalui sasaran yang dapat diukur dan dapat dikenal dan dengan strategi untuk mencapai visi tersebut. Setiap gol harus disertai oleh poin-poin tindakan dan evaluasi dan refleksi melalui satu proyek riset yang melibatkan para wali kelas (NZ Ministry Education, 2000).
Pengarang telah dikontrak oleh lembaga pendidikan Selandia Baru untuk menjadi bagian dari regu evaluasi untuk prakarsa ini. Sementara evaluasi mencakup sejumlah aspek yang berbeda dari prakarsa, riset pertanyaan tentang perhatian tertentu terhadap artikel ini ,terdiri atas, 'Terhadap apa saja prakarsa tersebut meningkatkan peranan kepala sekolah itu dan pemimpin pembelajaran literatur?' Perhatian tertentu telah diberikan kepada ke tiga tantangan utama dan seberapa efektif pesan-pesan yang berhubungan dengan tantangan-tantangan ini disampaikan kepada para kepala sekolah dan para pemimpin literatur. Tantangan tersebut sebagai berikut: para pemimpin sekolah melihat diri mereka sebagai pelajar-pelajar baik tentang instruksi dan tentang memimpin suatu organisasi pelajaran, mereka mempromosikan pelajaran para guru mereka melalui pencerminan bukti dari perubahan-perubahan dalam prestasi siswa melalui proyek-proyek riset di bidang studi mereka; dan perhatian mereka terhadap manajemen tugas-tugas organisatoris untuk mendukung diri mereka sendiri dan keprofesionalan cara belajar guru mereka.

Metode
Data yang pada awalnya dikumpulkan melalui wawancara semi-struktur dengan 19 orang dari 20 orang fasilitators nasional. Sepuluh fasilitators dari daerah-daerah memutuskan untuk meminta tindak lanjut sekolah untuk mencalonkan tiga sekolah yang mereka dianggap sebagai ' hampir semua', 'sedikit banyak' dan 'paling sedikit' mencapai kesuksesan yang berkaitan dengan istilah program kepemimpinan literatur. Di dalam masing-masing sekolah ini para kepala sekolah,pemimpin literatur dan dua guru diwawancarai dan data prestasi dikumpulkan. 29 sekolah dasar mengambil bagian di dalam riset ini. Ada 10 sekolah dari kategori-kategori ‘kebanyakan’ dan ‘sedikit banyak’ mencapai kesuksesan tetapi hanya sembilan untuk kategori ‘tidak sama sekali’ karena para kepala sekolahnya tidak dapat dihubungi. Jumlah seluruh siswa di sekolah tersebut berkisar dari kurang dari 100 (tiga sekolah) Sampai lebih dari 500 (dua sekolah). Dengan total, 29 pemegang saham, 28 pemimpin literatur dan 53 guru yang diwawancarai.
Satu pemimpin literatur dan lima guru tidak terdaftar. Semua wawancara mempunyai pertanyaan-pertanyaan kepemimpinan standar yang ditanyakan kepada semua peserta dari kelompok yang sama, yang diikuti oleh pertanyaan-pertanyaan pemeriksaan ketika klarifikasi lebih lanjut diperlukan. Pertanyaan-pertanyaan itu dirancang untuk menemukan tingkat tujuan yang dinyatakan dari prakarsa dan dapat dipahami oleh peserta-peserta. Fasilitator diminta pertimbangan mereka untuk menggolongkan sekolah-sekolah menjadi ‘hampir semua’,
‘sedikit banyak’ dan ‘paling sedikit’ mencapai kesuksesan dengan tujuan untuk memahami kapan kategori ‘on the ground’ mereka berhubungan dengan dimensi-dimensi kunci dari kepemimpinan pelajaran memusat. Semua peserta ditanya tentang siapa yang membutuhkan masukan mereka supaya dapat menjadi fokus dari prakarsa tersebut untuk memahami jika tujuan kunci dari prakarsa itu secara penuh dipahami.Pertanyaan-pertanyaan lain dan kelompok untuk siapa mereka mengarahkan sebagai berikut:
• Apa yang merupakan tujuan utama dari prakarsa kepemimpinan literatur menurut pandangan anda? (para kepala sekolah)
• Tolong ceritakan tentang proyek di dalam sekolah Anda ( para kepala sekolah dan pemimpin literatur).
(a) Apa yang merupakan fokus utama dari proyek tersebut?
(b) Bagaimana cara anda mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan siswa itu?
(c) Apa yang merupakan dasar untuk memilih proyek anda?
(d) Apa peranan Anda di dalam proses?
(e) Bagaimana cara anda menggunakan data prestasi siswa di dalam proyek Anda?
• Tolong perkirakan seberapa sukses proyek ini menurut pandangan anda. Dengan menggunakan skala dari 1-7 dengan 1 mewakilkan 'yang gagal', 4 mewakilkan 'tidak gagal maupun sukses' dan 7 mewakilkan 'sangat sukses'. Pertimbangan dalam menilai harap disertakan(para kepala sekolah, para pemimpin literatur dan para guru)
• Seberapa bernilaikah keikutsertaan di dalam prakarsa kepemimpinan literatur yang dimaksudkan untuk menambah pengetahuan diri anda sendiri tentang literatur. Dengan menggunakan skala dari 1-7 dengan 1 mewakilkan 'tidak ada nilai', 4 mewakilkan 'beberapa nilai' dan 7 mewakilkan 'banyak nilai' (para kepala sekolah, para pemimpin literatur dan para guru).
• Seberapa puaskah anda terhadap prestasi yang diraih oleh siswa di kelas. Dengan menggunakan skala dari 1-7 dengan 1 mewakilkan 'sangat tidak puas' dan 7 mewakilkan 'sangat puas’. Pertimbangan dalam menilai harap disertakan.(para guru).
Sementara pertanyaan-pertanyaan ini menguji persepsi-persepsi, himpunan pertanyaan-pertanyaan berikutnya memfokuskan terhadap pengetahuan riset yang berkaitan dengan menggunakan bukti yang menjadi dasar prakarsa. Hal itu dapat diantisipasi jika pembimbing yang diterima melalui prakarsa tadi telah mencukupi, lalu peserta-peserta akan mempunyai suatu pemahaman yang baik dari proses. Fasilitator, para kepala sekolah dan para pemimpin literatur (bukan guru) membaca suatu skenario hipotetis suatu sekolah yang memperlihatkan beberapa permasalahan di dalam pendekatan mereka kepada proyek mereka (lihat Appendix). Aspek yang pertama dari skenario mengenali kebutuhan-kebutuhan siswa (membaca pengertian) semata-mata hanya pada persepsi-persepsi dasar guru dibanding acuan kepada setiap informasi prestasi. Aspek yang kedua melibatkan pemilihan suatu program biasanya digunakan di sekolah-sekolah Selandia Baru, ‘Bimbingan belajar privat: Membaca' yang tidak cocok dengan kebutuhan yang telah diketahui.
Program ini dirancang untuk meningkatakan kemampuan para siswa dalam membaca jarak mil dan mengembangkan kelancaran dibanding mengarahkan pengertian. Akhirnya, sekolah hipotetis mengumpulkan data tindak lanjut yang tidak menjawab kebutuhan yang telah diketahui mereka lebih memilih membaca dengan ketelitian dibanding membaca dengan pengertian. Para responden diminta untuk memperkirakan tingkat efektivitas atau kepantasan dari masing-masing aspek dalam skenario yang telah diuraikan di atas dengan tujuh skala titik ( angka 1 mewakili 'tidak efektif’, angka 4 mewakili 'efektif’, angka 7 mewakili 'sangat efektif’. Di dalam semua kasus, pertimbangan dalam memberi penilaian harap disertakan).
Skenario tersebut juga menggambarkan tindakan-tindakan para pemimpin literatur, yang mendorong para guru itu untuk berbagi gagasan dan memfokuskan diri terhadap isu-isu organisatoris saja, dibanding dengan memperkenalkan pelajaran profesional atau menantang para guru melalui semua cara. Tujuh skala titik yang sama dengan pertimbangan digunakan.

Data Prestasi
Data prestasi siswa juga dikumpulkan pada waktu wawancara. Terdapat dua jenis data yang diminta.Pertama,berhubungan secara rinci kepada proyek-proyek kelas . Data ini digolongkan menurut apakah mereka dikumpulkan dengan lebih dari satu point pada waktu yang bersamaan sehingga perkembangan dari peningkatan prestasi dapat terbukti.Yang kedua yang dihubungkan dengan data rutin yang dikumpulkan oleh sekolah tersebut terhadap semua prestasi siswa. Selandia Baru tidak mempunyai ujian nasional wajib untuk para siswa sekolah dasar meskipun ada beberapa test-test dengan norma-norma nasional yang digunakan oleh sekolah-sekolah untuk pertimbangan mereka. Ketika data penilaian yang disediakan oleh sekolah-sekolah diuji, satu-satunya data yang dihubungkan dengan siswa yang telah besekolah selama setahun di sekolah tersebut. Analisa menggunakan tingkatan – tingkatan dakam membaca teks(lempung, 1993) dan pengenalan nilai (Gilmore et al., 1981)skor untuk para siswa pada tahun sebelum prakarsa, tahun prakarsa tersebut dan tahun yang mengikuti nya bagi sekolah-sekolah yang menargetkan membaca. Jenis analisis searah yang dipraktekkan terhadap dua skor ini untuk menentukan pengaruh dari prakarsa terhadap prestasi atas ke tiga tahun. Meski data ini dibatasi sehubungan mereka berhubungan dengan satu tingkatan tahun yang hanya bersifat pertimbangan saja,diharapkan bahwa proses yang berbasis sekolah dapat menunjukan prestasi pada tingkatan ini.

Analisa Mengenai Pembelajaran Kepemimpinan Terpusat
Point dari artikel ini adalah menganalisis kesuksesan dari prakarsa di dalam menyampaikan kepada peserta-peserta tentang ketiga tema dari pelajaran kepunyaan para pemimpin, promosi dari bukti yang berkaitan dengan pelajaran guru dan tugas-tugas manajemen yang organisatoris untuk mendukung pelajaran profesional. Tidak ada perbedaan-perbedaan antara sekolah tersebut menggolongkan sebagai ‘hampir semua’, ‘sedikit banyak’ dan ‘paling sedikit’ mencapai kesuksesan menurut fasilitator, maka tanggapan-tanggapan mereka dikombinasikan.

Para Pemimpin Sekolah Berperan Sebagai Siswa
Sebagian besar isi dari situs tempat kerja untuk para kepala sekolah dan pemimpin literatur secara langsung difokuskan di memberi tahu kepala sekolah dan para pemimpin literatur tentang riset terbaru dan pengembangan-pengembangan terbaru di dalam pengajaran dan penilaian literatur. Aspek kedua dari agenda pelajaran kepemimpinan adalah untuk mengembangkan proses-proses di dalam sekolah yang mempromosikan pembuktian yang berkaitan dengan belajar. Tindakan proyek riset telah memenuhi persyaratan ini. Itu dirancang untuk mencapai kemajuan prestasi dari para siswa secara lambat untuk tahun 1-4 dengan cara yang sistematis. Hal ini meliputi penganalisaan berbagai kesulitan belajar mereka, meletakannya dalam suatu target dan penyatuan data untuk menentukan seberapa besar kesuksesan yang ntelah mereka raih dan penyesuain-penyesuaian apa saja yang diperlukan.

Belajar Tentang Literatur
Semua peserta diminta untuk mengidentifikasi kebutuhan apa saja yang menjadi fokus dari keterlibatan sekolah di dalam prakarsa karena diasumsikan bahwa pemimpin mengidentifikasi diri sendiri sebagai seorang pelajar yang menjadi hal dasar dari kesuksesan sekolah.Tujuan dari prakarsa tersebut adalah fasilitator nasional bekerja dengan para pemegang saham dan para pemimpin literatur, yang kemudian diperlengkapi untuk bekerja lebih efektif dengan para guru mereka. Pada kenyataannya, para calon responden yang dibutuhkan merupakan fokus yang diikuti suatu pengaruh air terjun kecil. Fasilitator, yang terkadang termasuk grup sekolah-sekolah lain, paling sering mencalonkan para pemegang saham dan para pemimpin literatur yang konsisten dengan tujuan dari proyek. Tidak ada kepala sekolah ataupun pemimpin literatur yang mencalonkan diri mereka sendiri atau saling mencalonkan satu sama lain, tetapi lebih mementingkan mencalonkan para guru dan para siswa. Sementara beberapa guru mencalonkan diri mereka sendiri, tetapi kebanyakan mereka mencalonkan para siswa (lihat Table 1).
Konsisten dengan persepsi bahwa prakarsa ini bukan berbicara tentang mereka, para kepala sekolah memperkirakan beban maksimum dimana keikutsertaan mereka yang dapat menambahkan ilmu literatur kepada diri mereka sendiri secara netral. Mereka memberi satu nilai rata-rata 4.4 dalam tujuh skala titik (angka 4 mewakili 'beberapa nilai'). Nilai tersebut berkisar dari 2-6.Tanggapan-tanggapan para kepala sekolah kepada pertanyaan-pertanyaan tentang pemahaman mereka mengenai tujuan dari prakarsa itu adalah juga konsisten dengan orientasi ini. Lima belas
(TABEL ADA)
Kepala sekolah mempertimbangkan bahwa tujuan utama untuk memperbaiki kemampuan pengajaran. Sembilan yang lain lebih memilih untuk memperbaiki prestasi siswa dan enam lainnya yang menyebutkan untuk meningkatkan literatur lebih luas lagi. Tidak ada tanggapan yang mengatakan bahwa mereka harus meningkatkan kemampuan memimpin mereka dimana sebenarnya hal itulah yang menjadi perhatian dari prakarsa tersebut.

Belajar Untuk Memimpin Menggunakan Bukti
Semua personil sekolah (kepala sekolah, para pemimpin literatur dan para guru) menunjukkan bahwa mereka mengembangkan satu proyek riset di bidang ilmu yang memfokuskan di pengajaran kelas. Pada hal ini mereka konsisten dengan aktivitas utama merancang untuk menjadi bagian dari prakarsa itu dan untuk mengembangkan kemampuan pelajaran organisatoris. Sekolah memilih sejumlah literatur yang berbeda untuk proyek-proyek mereka yang termasuk membaca (sembilan sekolah), membaca dengan pengertian (tujuh sekolah), penulisan (enam sekolah) bahasa lisan (dua sekolah) dan penilaian di dalam membaca (dua sekolah). Tiga sekolah menunjukkan bahwa para guru bisa memilih fokus mereka sendiri. Sedikit dari beberapa sekolah tersebut mengerjakan proyek-proyek mereka dalam satu bukti yang berkaitan dengan cara itu dan pada umumnya dihubungkan dengan riset di bidang ilmu dan bahan-bahan sumber daya yang diberikan kepada sekolah tersebut. Di dalam wawancara sebagai contoh, ketika kepala sekolah dan para pemimpin literatur ditanya bagaimana mereka mengenali siswa, mereka pada umumnya memberikan jawaban yang samar dan tidak jelas. Bagian dari wawancara ini membuktikan bahwa bagian paling sulit dalam mengumpulkan informasi yang akurat lebih banyak didapat informasi yang tidak dapat dipercaya. Sebagai contoh, satu kepala sekolah yang memfokuskan program pelebaran sekolahnya dalam hal menulis menjawab seperti ini ketika ditanya bagaimana dia mengidentifikasikan kebutuhan para siswa:Pemegang Saham: Kita harus membatasi fokus kita selagi kita menyetujui bahasa lisan adalah sesuatu yang sangat penting, itu akan menjadi fokus kelas perorangan tetapi menulis akan menjadi fokus dari sekolah itu sendiri. Dan, seperti yang anda ketahui, itulah alasannya pewawancara: Apakah hal ini ada hubungannya dengan analisis yang telah anda lakukan sebelumnya?
Kepala sekolah: Tidak, aku hanya menebak bagaimana cara kita melihat anak-anak. Itu seharusnya adalah analisis yang diperlukan tetapi anda mengetahui nya- semua itu didasarkan pada pengamatan dan diskusi kita. Setelah penyelidikan yang dilakukan dalam banyak kesempatan,telah diketahui bahwa kebanyakan sekolah mengumpulkan data prestasi di sekitar area fokus dari proyek mereka sebagai bagian dari data rutinitas tetapi tidak digunakan di dalam proyek mereka
. Sembilan dari 29 sekolah telah mengumpulkan data proyek spesifik tambahan baik untuk kebutuhan-kebutuhan sebelum, atau pada satu tahap awal dari proyek, dan pada beberapa point lainnya. Sebagian dari mereka yang tidak mengumpulkan data tentang kebutuhan-kebutuhan yang didasarkan pada persepsi-persepsi guru akan kebutuhan siswa (empat sekolah);menggunakan data yang berbeda untuk masing-masing guru (tiga sekolah); tidak mampu menyatakan bagaimana kebutuhan siswa dapat dikenali (empat sekolah), mendiskusikan kebutuhan yang mungkin diperlukan (dua sekolah-sekolah); atau berencana untuk mengumpulkan informasi prestasi siswa tetapi tidak melakukannya (dua sekolah). Satu analisa tentang data dari sembilan sekolah bahwa mengumpulkan proyek spesifik mengenai informasi prestasi menunjukkan bahwa tidak satu pun bisa digunakan untuk menentukan apakah proyek-proyek tersebut telah mencapai tujuan mereka yang dinyatakan. Sebagai contoh, satu kepala sekolah menyebutkan bahwa ia percaya data yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi kebutuhan siswa mungkin tidak tepat (- dan mencatat kemunduran di dalam test mencetak prestasi atas prakarsa). Di dalam sekolah lain, empat anak-anak yang paling rendah pada setiap kelas ditargetkan di dalam prakarsa, tetapi,hanya satu data anak yang dikumpulkan tanpa adanya indikasi apakah anak ini terpilih atau tidak. Di sekolah yang lain, data itu tidak cocok dengan fokus proyek ,atau wujud dari data sebelumnya dan mengikuti prakarsa itu bukan ekuivalen,dengan demikian tidak diizinkan adanya perbandingan.
Dengan ketidakhadiran dari data prestasi siswa dan kesukaran di dalam menginterpretasikan data yang ada, akan sangat menarik untuk mencoba menemukan dasar dari pendapat para peserta tentang kesuksesan (atau cara lainnya) untuk proyek sekolah mereka. Penilaian sukses rata-rata adalah 5.2 untuk kepala sekolah dan 5.6 untuk para pemimpin literatur dan para guru dengan tujuh skala titik. Penilaian ini menunjukkan bahwa kebanyakan dipercaya prakarsa merupakan salah satu alasan untuk sukses. Secara keseluruhan,alasan memberikan nilai rata-rata 5 dan di atas tujuh skala titik terfokus pada perubahan pengaruh dan praktek guru.Pertimbangan afektif pada umumnya dihubungkan dengan keterikatan. Tidak ada acuan-acuan untuk mempraktekkan pengajaran spesifik yang mengalami perbaikan-perbaikan, tetapi lebih menunjuk pada pengembangan pengajaran lebih luas, atau lebih sering kepada hubungan antar pribadi, seperti tingkat tingginya keikutsertaan atau menjadi semakin kolaboratif. Sebagai contoh, satu kepala sekolah yang memberi penilaian 7 menjelaskan praktek mengajar dengan alasanny sendiri dan menjawab dengan mengacu pada kerja sama/kolaborasi. Karena suatu alasan yang telah dipertimbangkan secara matang. Kita mempunyai kualitas lulusan yang lebih baik. Kita punyai pengajaran lebih baik. Aku tidak yakin jika 'hasil adalah kata yang tepat. Itu adalah suatu sekolah secara keseluruhan. Kebanyakan berasal dari staff maka setiap orang mempunyai bagian untuk dimainkan. Setiap orang dapat mengeluarkan pendapat secara keseluruhan. Pemimpin literatur yang lain yang memberikan indikasi tinggi, memberikan alasannya bahwa : Keikutsertaan di dalam presentasi penentuan sangat baik. Setiap orang mengambil bagian, secara harfiah. Mereka tidak sungkan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil alih.Meningkatkan kepemimpinan dalam literatur tidak pernah disebutkan sebagai suatu alasan untuk menghakimi sukses atau kegagalan, tetapi tempat dimana penghargaan prestasi terhadap murid berada. Bagaimanapun, hanya seorang kepala sekolah dan seorang guru yang membuat acuan terhadap data prestasi siswa, semua referensi yang lain menunjukan persepsi-persepsi perbaikan itu sendiri(11 para kepala sekolah dan para pemimpin literatur; 10 guru). Sebagai contoh, satu guru berkata, 'Itu adalah karena patokan tentang penulisan di dalam kelas ku ditingkatkan dengan demikian hal tersebut sangat berhasil untuk anak-anak'. Satu guru menyatakan suatu pendapat negative yang dimunculkan untuk meremehkan informasi dari prestasi itu sendiri, Aku tidak perlu data untuk melihat bahwa itu telah sukses. Maksudku kita dapat melihat dari karakter anak tersebut dan berbagai aspek tambahan yang terdapat di dalamnya.Maksudku aku melihat pada ketiga anak bungsuku dan mesakipun mereka tidak menyimak dengan baik, mereka tidak menurut tetapi justru menunjukkan peningkatan.Kerja Sama dan komitmen bisa diwujudkan di dalam mempromosikan pembelajaran professional tetapi tidak ada bukti untuk mendukung gagasan di mana para guru bekerja sama satu sama lain akan mempercepat prestasi terhadap siswa yang memiliki peningkatan belajar yang lemah.(Little, 1990, 2003). Kerja sama ini perlu didasarkan pada bukti yang dihubungkan dengan kemajuan dan prestasi atau para siswa (Timperley, 2005).





Para Pemimpin Sebagai Pendorong Dari Pembelajaran Guru
Pertanyaan yang pertama memberi beberapa pengertian yang mendalam kepada kepala sekolah dalam mempromosikan pembelajaran guru yang bertanya tentang peran mereka di dalam prakarsa di dalam sekolah mereka. Jawab mereka konsisten dengan tema-tema di atas. Dua puluh dari 29 kepala sekolah menunjuk suatu pendukung, melatih(menasihati atau peran pembelaan saja. Sebagai contoh, satu berkata, 'Aku hanyalah seorang pendukung dari seorang pemimpin literatur'. Tujuh orang menggambarkan peran mereka dengan menggunakan istilah yang berhubungan dengan gagasan. Aku adalah inisial dari orang yang berkomunikasi dan pemberi motivator. Kemudian aku yang menangani pendelegasian tanggung jawab kepada pemimpin literatur atau koordinator. Aku pikir aku hanya menangani rapat yang pada dasarnya hanya mengatur berbagai hal. Hanya dua di antara para kepala sekolah yang menggambarkan peran mereka di dalam kepemimpinan instruksional yang aktif, seperti yang satu menggambarkan bahwa, 'Aku melihat peran dari kepala sekolah sangat kuat ketika menjadi pemimpin instruksional. Maka, akulah pemimpin mereka, dan pemrakarsa mereka dan orang yang memberikan dukungan, dan motivator dan, adakalanya, kritikan'. Tidak ada yang menggambarkan pembagian peran kepemimpinan instruksional mereka dengan yang lain.

Persepsi-Persepsi Kepemimpinan Yang Efektif Melalui Skenario Yang Hipotetis
Skenario yang hipotetis mengijinkan suatu pendekatan lebih yang distandardisasi untuk dimengerti oleh kepala sekolah dan definisi-definisi terhadap peran pembelajaran kepemimpinan mereka. Pertanyaan pertama dari kedua pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan kepemimpinan di dalam skenario, yang bertanya sekitar efektivitas dari proses-proses pertemuan. Di dalam skenario, pertemuan ditujukan kepada guru mengenai pengenalan pribadi terhdap isu-isu organisatoris, dibandingkan dengan menantang atau meningkatkan pengetahuan profesional. Rata – rata efektifitas pada ketujuh titik skala untuk pertanyaan ini adalah 4.6 para kepala sekolah dan 4.8 untuk para pemimpin literatur. Tingkatan ini positifnya lebih banyak daripada negatifnya tetapi tidak secara keseluruhan, jadi di dalam penjelasan poin inti untuk 4 adalah tidak efektif tidak berguna.Ada perbedaan kecil di dalam pola dari pertimbangan yang diberi oleh para kepala sekolah dan para pemimpin literatur maka jawab mereka dikombinasikan. Secara keseluruhan, pertimbangan diberikan untuk penilaian/beban maksimum tinggi atau netral (4-7) adalah karena pemimpin di dalam skenario tadinya yang mendukung para guru ( n =20) atau mempunyai suatu yang berfokus pada kegunaannya ( n =17). empat responden tambahan berkomentar secara positif di dalam pertemuan. Bagaimanapun, angka yang sama juga berkomentar secara negatif di frekuensi dari pertemuan yang memberi suatu penilaian/beban maksimum yang rendah (1-3). Jumlah lain yang relatif kecil terhadap pertimbangan penilaian negatif lebih tercermin dari tema-tema dari artikel ini dan acuan yang dimasukkan kepada pertemuan tidak sedang difokuskan di siswa atau kebutuhan-kebutuhan guru ( n = 6)atau bahwa pemimpin literatur harus memberi lebih banyak bimbingan ( n =2).
Pertanyaan yang kedua bertanya tentang peran pemimpin literatur terhadap keseluruhan proses. Sangat kecil di dalam skenario tentang peran ini kecuali itu adalah suatu peran yang pasif yang adalah kewenangan dari pembicaraan guru, dibandingkan dengan instruksional atau tentangan. Dia juga mengumpulkan dan membagi data prestasi siswa dan melihat seolah-olah sukses, tetapi data itu tidak sesuai dengan fokus dari prakarsa. Pola-pola yang serupa jelas di dalam alasan untuk menilai peran pemimpin literatur, dapat dilihat dari respon pertemuan yang ada.Penilaian/beban maksimum rata - rata di tujuh skala titik adalah 4.5 untuk kepala sekolah dan 4.0 untuk para pemimpin literatur. Sekali lagi kebanyakan seringnya alasan yang positif untuk penilaian/beban maksimum tinggi atau netral (4-7) adalah peran yang diadopsi ( n =26), dengan tiga responden ini menunjukkan bagaimana pendekatan seperti itu memungkinkan terhadap perkembangan kepemilikan. Selain itu terdapat hal yang lebih positif tentang data prestasi siswa ( n = 7)dan bahwa prakarsa nampak akan berhasil ( n =7). Tujuh pertimbangan para kritikus menunjuk pada yang tidak sesuai dari prakarsa atau penilaian. Responden yang lebih tinggi perolehan nilainya adalah dengan pertanyaan pertama tentang skenario itu berada pada posisi kritis terhadap pengambilan peran ( n =10) tetapi hanya empat dari referensi ini yang ditunjuk secara rinci mengenai ketiadaan pengembangan pengetahuan profesional. Sejumlah kecil responden-responden yang adalah pengkritik terhadap pemimpin literatur gagal untuk mempromosikan pembelajaran guru sebagai jawaban atas pertanyaan di dalam skenario yang harus diarahkan kedalam pertanyaan mengenai efektivitas dari suatu prakarsa yang dirancangkan untuk perkembangan pembelajaran kepemimpinan terpusat atau organisasi pembelajaran.

Konsekuensi-Konsekuensi Untuk Para Guru
Itu adalah sungguh mungkin bahwa ketidakhadiran dari suatu proyek riset di bidang ilmu yang ketat tidak menghalangi perbaikan di dalam pelatihan profesionalisme guru, dan sungguh sekitar separuh dari para guru menunjukkan bahwa mereka telah belajar sesuatu yang baru yang telah memimpin kepada perubahan-perubahan di dalam pelatihan mereka dengan suatu perubahan besar yang variatif. Beberapa contoh mencakup beberapa cara baru pengajaran membaca, suatu perwujudan bahwa kemampuan siswa telah diremehkan dan bahwa model di dalam menulis bisa menjadi sangat berpengaruh. Yang lain dibagi awalnya mereka tidak pernah mempelajari sesuatu yang baru dan mengubah car mereka berlatih, ataupun apa yang telah mereka pelajari secara sederhana. Tanggapan-tanggapan ini, bagaimanapun, perlu untuk ditafsirkan dalam kaitan dengan permasalahan nasional dengan menganggap rendah kemampuan anak di dalam studi-studi internasional atau setiap hal mendesak di dalam menyelesaikan masalah ini. Ketika diminta untuk merata – rata tingkat kepuasan mereka dengan prestasi dari para siswa di dalam penilaian/beban maksimum kelas, mereka memiliki rata – rata 5.9 di titik tujuh dalam skala menunjukkan bahwa mereka secara umum sangat memuaskan. Dalam banyak kesempatan, suatu penilaian/beban maksimum dari 6 didasarkan bahwa untuk memberi 7 akan menunjukkan bahwa tidak ada ruang untuk perbaikan dan bahwa perbaikan selalu suatu kemungkinan. Analisa alasan untuk penilaian/beban maksimum mereka menunjukkan bahwa hanya satu tingkat yang memiliki kelambatan yang sama dengan poin inti dan guru ini adalah satu-satunya orang yang mengekspresikan kekuatirannya terhadap perkembanagn yang lambat dari grup murid yang sudah ditargetkan.Satu-satunya yang menjelaskan perkembangan lambat siswa menunjuk kepada satu penerimaan dari pengukuran prestasi mereka ( n =10). Sebagai contoh, satu guru menjelaskan, 'Beberapa anak-anak tidak ada kemajuan tetapi aku bahagia dengan mayoritas'. Delapan belas guru memberi pertimbangan yang menunjukkan bahwa mereka merasa memberi dengan rasa puas kepada siswa dan latar belakang mereka.

Tugas-Tugas Organisatoris Dari Kepemimpinan Pembelajaran Terpusat
Southworth (1998) tekankan pentingnya mengintegrasikan kepemimpinan dengan tugas-tugas dari manajemen. Manajemen sekolah yang tidak baik sayangnya tidak menjadi sekolah mandiri.Fasilitator di dalam prakarsa kepemimpinan literatur pasti memikirkan ketika memberi pertimbangan untuk menggolongkan sekolah tersebut mana yang bekerja sebagai ' kebanyakan', atau 'paling sedikit sukses'. Tindakan mengorientasikan para pemimpin yang menunjukkan kesanggupan untuk proyek (atau ketiadaan atribut-atribut ini) mencatat 109 dari 179 pertimbangan yang diberi oleh fasilitators untuk sekolah tersebut. Semua fasilitator memberi alasan lebih dari satu. 28 pertimbangan fasilitator lainnya diberikan yang menunjukkan tingkat kerjasama antar sekolah tetapi hanya 30 alasan menunjuk perubahan-perubahan di dalam pengetahuan atau pengembangan profesional dari para guru, dan 12 untuk proses dari diri sendiri yang berbasis bukti. Analisis bagian ini mengarah pada satu aspek dari manajemen dikhususkan untuk kepemimpinan pembelajaran terpusat. yang sedang, mengembangkan hubungan antara menganalisis kebutuhan pembelajaran dan program yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan yang telah tercatat di atas, tidak ada sekolah yang memiliki konstruksi yang benar berdasarkan informasi prestasi tentang kebutuhan murid atau guru. Alasan aku sudah merumuskan masalah ini sebagai satu organisasi dibandingkan dengan pengetahuan adalah bahwa kegagalan itu untuk menerapkan siklus di dalam banyak kasus yang mengakibatkan ketiadaan pengetahuan. sepertinya akan menjadi suatu permasalahan mengenai prioritas dan tekanan dari komitmen-komitmen lainnya. Pengetahuan diuji melalui skenario yang hipotetis bahwa menggambarkan identifikasi siswa didasarkan pada pengungkapan pendapat guru dibanding data, pemilihan suatu program yang tidak cocok kepada identifikasi kebutuhan.

Mengunakan Pola Pikir Untuk Mengidentifikasi Kebutuhan Siswa
Secara keseluruhan, para pemegang saham dan para pemimpin literatur melihat secara kritis cara sekolah dalam mengenali kebutuhan belajar siswa yang memiliki nilai rata – rata 3.7 untuk para kepala sekolah dan 3.8 untuk para pemimpin yang handal di tujuh skala titik dari efektivitas, meski keseluruhan penilaian digunakan. 28 dari 29 responden yang memberi penilaian/beban maksimum di bawah titik-tengah (1-3) kritisnya dari sekolah bukan menggunakan data untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan siswa itu. menariknya, 15 dari itu semua yang memberikan suatu nilai titik-tengah atau penilaian/beban maksimum (4-7) juga mencatat masalah ini dengan proses, tetapi 11 dari mereka memenuhi persyaratan jawab mereka dengan mencatat di dalam hal positif yang biasa staf lakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan ini. Oleh karena itu, ketika menanggapi suatu situasi yang hipotetis, kepala sekolah dan para pemimpin literatur kebanyakan waspada akan pemanfaatan bukti yang berhubungan dengan proses. Bagaimanapun juga, banyak orang tidak melihatnya seperti yang penting dan tidak menghubungkan mereka dengan proyek mereka sendiri. Sebagai contoh, seorang kepala sekolah yang memiliki kritik denagn cara yang ditempuh oleh staf dalam mendidentifikasi siswa dalam skenario hipotetis, terutama sekali dalam hubungan dengan ketiadaan data prestasi,telah digambarkan sebelumnya bagaimana kebutuhan di dalam proyek sekolah nya telah dikenali: Kepala sekolah: Melalui diskusi sebagai staf, kita menemukan bahwa mereka [para siswa] memiliki kesulitan dalam mengubah cara menulis mereka.Mereka mempunyai kesukaran sehingga mereka perlu beberapa macam cara atau merencanakan apa yang akan mereka tulis. Mereka juga mempunyai beberapa kesulitan di dalam Maka Saya berpikir hanyalah menganggap benar sepanjang sekolah tersebut terhadap tingkatan yang mengarah pada perubahan.
Pewawancara: apakah anda menggunakan data untuk mendukung yang anda lakukan?
Kepala sekolah: Aku rasa itu hanyalah bukti dari penulisan pada saat itu. Lima kepala sekolah menunjuk secara rinci perbedaan antara minat mereka untuk mengumpulkan data untuk menetapkan kebutuhan siswa dan kenyataan ketika menggambarkan proyek mereka. Untuk semua, kenyataan masalah terdapat pada komitmen waktu dan permintaan untuk melengkapi tugas-tugas lain.

Kebutuhan Terhadap Ketidakcocokan Program
Penilaian/beban maksimum rata-rata untuk para kepala sekolah dari 3.4 dan para pemimpin handal 3.6 untuk aspek ini dari skenario yang hipotetis dengan cara yang sama di bawah titik-tengah dari 7 poin skala, meski sekali lagi keseluruhan menilai digunakan. Hampir semua alasan umum untuk suatu penilaian/beban maksimum yang rendah adalah kebutuhan (17) tidak menemukan kecocokan bahwa staf telah mengidentifikasi pengertian sebagai kebutuhan dan menargetkan program membaca dan kelancaran. Beberapa yang memberi titik-tengah penilaian/beban maksimum (3) juga mengutip alasan ini. Pertimbangan ini menunjukkan bahwa mudah mengenali masalah ini dengan skenario. Alasan paling umum yang kedua adalah bahwa staf itu tidak menemukan informasi yang cukup tentang program dengan tujuh responden memberi alasan ini untuk suatu penilaian yang rendah dan 6 untuk suatu penilaian/beban maksimum titik-tengah. Hampir semua alasan umum untuk penilaian/beban maksimum tinggi (4-7) adalah karena pola pikir guru (7) atau mereka percaya bahwa program yang terpilih biasanya efektif (8).

Ketidakcocokan Antara Tindak Lanjut Data Dan Identifikasi Kebutuhan
Menilai untuk aspek ini dari skenario yang hipotetis jauh lebih tinggi dengan satu rata-rata untuk keduanya , kepala sekolah dan para pemimpin handal atas 5.2. 25 dari responden berkomentar secara rinci ketidakcocokan anatar data yang digunakan untuk menilai efektivitas (membaca ketelitian) dan identifikasi kebutuhan sebelumnya (-pengertian), tetapi hanya 10 yang terkait untuk memberi penilaian di bawah titik-tengah. menariknya, lima responden yang memberi menilai di atas titik-tengah secara rinci menyebutkan masalah ketidakcocokan menunjukkan bahwa penilaian mereka dipengaruhi kesuksesan. 24 responden lainnya juga memberi penilaian tinggi karena program telah menunjukkan sukses tetapi mereka tidak berkomentar terhadap ketidakcocokan. Sebagai contoh, nya kepala sekolah menggambarkan data untuk menentukan jika sukses.
Kepala sekolah: Aku mengumpulkan data dan membaca itu 3 akli dalam setahun dan itu sudah menaglami peningkatan.
Pewawancara: Aku berbicara tentang proyek penulisan mu.
Kepala sekolah: data sudah menunjukkan bahwa itu bekerja. Kita mengumpulkan data pada strategi yang paling berhasil yang digunakan oleh guru.
Itu nampak bahwa dari semua bidang melalui skenario, isu dari kecocokan adalah satu yang di mana hal setidaknya dikhawatirkan oleh kepala sekolah atau dikacaukan oleh uraian tindakan pengumpulan data,dibanding mengartikan apakah data itu sesuai dengan situasi yang spesifik.

Konsekuensi-Konsekuensi Untuk Para Siswa
Analisa dari tingkatan membaca teks (Teks) dan pengenalan kata (-BURT) bagi sekolah yang mengadopsi membaca sebagai fokus mereka menunjukkan tidak adanya perbaikan selama 3 tahun [Teks - F(2) =2203, p > .05; BURT -F(2) = 1242, p > .05]. Rata-rata untuk tingkatan teks menunjukkan sedikit kemunduran dan pengenalan kata mengalami peningkatan sedikit.

Diskusi: Suatu Agenda Pelajaran Untuk Pemimpin Pembelajaran Terpusat
Dengan peringkat yang dimiliki Selandia Baru untuk prestasi rata - rata di sebagian besar pembelajaran internasional , itu menyimpulkan para kepala sekolah Selandia Baru itu berkompeten di dalam cara mereka memimpin sekolah. Namun satu prakarsa yang dirancang untukmengembangkan kepemimpinan pembelajaran terpusat melalui para pemimpin untuk melakukan suatu proyek riset di bidang ilmu yang ditargetkan di dalam sekolah mereka untuk menaikkan standar membaca para siswa yang memiliki performa dibawah rata – rata mengungkapkan satu set pelajaran yang perlu prakarsa seperti itu adalah sukses di dalam mengembangkan kepemimpinan pembelajaran terpusat. Seperti Southworth (2004) bagaimana sekolah menjadi sekolah pembelajaran tidak nampaknya linear atau urutan, teka-teki itu adalah bagaimana caranya menyatukan. Di dalam bagian ini, sebagian terlibat di dalam menciptakan kepemimpinan menjadi bukti, dan di dalam diskusi ini juga telah dibahas.Belajar adalah untuk yang lain. Mengundang para pemimpin ini untuk ambil bagian dalam satu prakarsa dengan kepemimpinan di dalam judul dan tujuan yang dibuktikan tidak cukup karena para pemimpin terbiasa mengatur yang lain dan serba ragam dalam tugas-tugas yang terkait untuk dikaitkan dengan agenda pembelajaran untuk dirinya sendiri.
Banyak kepala sekolah melihat hal ini seperti fokus dari prakarsa, tetapi menetapkan nya dalam cara-cara yang dipakai para guru menjadi lebih kolaboratif, dibanding pelajaran promosi mereka tentang instruksi literatur. Berharap agar kerja sama/kolaborasi akan menjurus kepada perbaikan belum ditunjukkan untuk bisa efektif di dalam mengangkat prestasi dari kemajuan para siswa yang sangat lambat. (Reyes et al., 1999; Reynolds et al., 2000; Timperley, 2005). Pelatihan pendukung(menasihati dan memudahkan pembicaraan guru, dengan mengabaikan bagaimana perbaiki instruksi bukanlah cukup untuk tantangan ini(Little, 1990, 2003). Prakarsa untuk mendukung kepemimpinan pembelajaran terpusat harus membantu para pemimpin untuk bergerak di luar peran dan mereka lebih terfokus atas instruksi. Atribut kunci lain dari kepemimpinan tentang peningkatan sekolah adalah pemakaian bukti yang menginformasikan aktivitas (Earl dan Fullan, 2003; Robinson et al., 2002; Southworth, 1998) dan mempunyai suatu bagian kunci dari Kebijakandari pengembangan Selandia Baru (Pemerintah Selandia Baru, 2000). Meski semua sekolah di dalam studi ini mengumpulkan data prestasi siswa di suatu dasar yang rutin, ada sedikit bukti bahwa mereka sedang menggunakan data ini untuk membuat penghakiman-penghakiman. Bagian dari masalah itu adalah nya dari pengetahuan tentang bagaimana caranya menggunakan data siswa tetapi lebih jelas adalah permasalahan organisasi dan keterkaitan dari aktivitas seperti itu. Setiap intervensi lebih lanjut akan perlu didasarkan pada alasan untuk tidak melibatkan data dibanding mengira bahwa keterikatan seperti itu dihargai. Di suatu model pembelajaran terpusat, dimana kepemimpinan adalah pengeliminasian melalui lensa dari aktivitas yang dibagi bersama yang dirancang untuk mempromosikan intervi efektif praktek (Spillane et al., 2004), pemisahan kepemimpinan dan organisatoris perasaan. Dalam praktek, kepala sekolah ada di puncak dari fasilitator. Bagaimanapun,efektivitas di dalam memimpin karena belajar dan perbaikan memerlukan lebih dari sekedar menjadi organisasi, seperti memastikan siswa yang sesuai memerlukan penilaian-penilaian dan mengembangkan intervensi-intervensi yang dibariskan.
Kebanyakan kepala sekolah dan pemimpin literatur di dalam studi ini mempunyai pengetahuan cukup untuk melakukan tugas-tugas ini tetapi itu nampak bahwa tekanan tentang tugas-tugas lain dan aktivitas dan keinginan itu untuk mempromosikan kerja sama dan keikutsertaan di antara staf yang mengurangi prioritas pengaturan yang tersusun baik . Kecenderungan antar sekolah-sekolah untuk menerima semakin banyak sisa lebih sedikit dan lebih sedikit waktu untuk lakukan masing-masing dengan baik adalah suatu mutu yang dengan baik didokumentasikan oleh sekolah di New Zealand internasional (Bryk, 1999; Newmann et al., 2001; Timperley et al., 1999). Agenda pembelajaran kepemimpinan, untuk itu harus termasuk pemahaman-pemahaman spesifik berhubungan dengan mengatur prakarsa-prakarsa dan penilaian-penilaian yang terkait di dalam cara yang padu. Di dalam artikel ini, aku sudah memusatkan perhatian hanya kepada tantangan pembelajaran yang dikhususkan untuk studi ini di dalam eksekusi dari suatu prakarsa untuk mengembangkan kepemimpinan sekolah-sekolah seperti yang digambarkan oleh Southworth (1998) adalah untuk dipromosikan, lebih banyak pemahaman dari apa yang perlu dikembangkan. . Mereka mencakup karakter, pengetahuan dan organisatoris dengan isu-isu yang terkait. Jika kepala sekolah melihat intervensi dalam peran yang tidak masuk akal bagi mereka, dan berusaha untuk mengubah itu mungkin, bias menjadi kegagalan seperti laporan prakarsa di dalam artikel yang semestinya.



Lampiran: Skenario Hipotetis
Sekolah Riverdale di suatu bagian pinggir kota yang memiliki pendapatan rendah. Staff pengajar yang mengajar sekitar 1 sampai 3 tahun mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam gagasan kepemimpinan literatur(pemberantasan buta huruf) karena para guru memperhatikan tentang komperhensif terhadap bacaan pada siswa. Para siswa akan mampu belajar kosa kata baru dengan cepat, tetapi para guru menekankan bahwa para siswa tidak memahami apa yang mereka baca. Para guru bertemu dan bertukar pendapat menegnai semua cara berbeda yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas percakapan.Sebagian dari guru mengetahui terdapat guru yang pergi keliling untuk memperkenalkan Peer Tutoring(les privat): Membaca di suatu sekolah sekitar dan para guru di sekolah tersebut mengatakan kepada mereka berapa banyak para siswa yang menyukainya. Para guru setujui untuk mencoba Peer Tutoring(les privat): Membaca di dalam kelas-kelas dan bertanya kepada guru yang memahami untuk membantu dengan pelatihan siswa mengajar privat. pertemuan regu pemimpin literatur memberi para guru waktu untuk memperbicangkan tentang implementasi, seperti, bagaimana caranya mencocokan siswa privat dengan siswa pada umumnya, dan mengorganisir buku yang benar.
Para guru lain menggambarkan bagaimana mereka mengatur permasalahan.Pada akhir dari periode minggu ke enam, para guru melaporkan apa yang mereka kerjakan dengan les privat: Membaca membawa dampak yang besar dalam peningkatan percakapan. Para guru menyelesaikan penilaian-penilaian yang berbeda dan pemimpin literatur mencatat hasil-hasil yang menunjukkan hampir semua siswa sedang membaca dengan ketelitian yang lebih besar dan memperbaiki teks mereka dibandingkan dengan situasi yang sebelumnya. Dia melaporkan hal ini kepada para guru dan mereka memutuskan untuk melanjutkan dengan Les privat: Membaca istilah berikutnya.

Pengakuan-pengakuan
Berbagai keinginan pengarang untuk mengakui ini merupakan hasil kerja keras dari Dr Judy Parr dan Raewyn Higginson yang membentuk regu evaluasi. Keikutsertaan dalam sekolah harus diakui sebagai persetujuan untuk mewawancarai dengan sepenuh hati menyediakan data ketika bertanya. Sebagai tambahan, sumbangan keuangan lembaga pendidikan di dalam membiayai riset ini sangat dihargai.



TUGAS JURNAL
MATA KULIAH EVALUASI PENGAJARAN
“Tantangan Pembelajaran Yang Dilibatkan Dalam
Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Pembelajaran”






Disusun Oleh :
Nama : Erien Gmelina Putrindi
No. Reg : 1445071164



MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGRI JAKARTA
2009