BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 05 Maret 2009

Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat

ENCUATNYA kasus penyimpangan penyetoran dana Askeskin dari PT Askes ke RS Sanglah, Denpasar sebesar milyaran rupiah, membuktikan bahwa sistem manajemen administrasi di kedua instansi tersebut kurang baik. Sistem pengawasan internal di RS Sanglah masih belum optimal, sistem informasi rumah sakit juga tidak sesuai standar minimal pelayanan. Ini terbukti dari banyaknya pasien terutama pasien kelas III yang mencakup masyarakat miskin dan kurang mampu, masih kurang mendapatkan ataupun diberikan informasi tentang prosedur pelayanan yang benar, baik masalah biaya pengobatan maupun terhadap catatan medik mereka.

-------------------------------

Terjadinya penumpukan pasien di Rumah Sakit Sanglah mengharuskan mereka antre menunggu lama untuk mendapatkan giliran. Contoh nyata yang dapat kita lihat saat ini terjadi penumpukan pasien demam berdarah (DB) sehingga dalam beberapa kesempatan pasien terpaksa dirawat inap di lorong rumah sakit. Hal ini akibat rujukan pasien rumah sakit daerah di kabupaten yang tidak terlayani karena keterbatasan alat dan tenaga serta pelayanan standar minimal yang tidak sesuai.

Di sisi lain penugasan sumber daya yang belum optimal, terlihat dari kenyataan yang ada bahwa dokter spesialis yang ditugaskan di rumah sakit sangat jarang ditemui pasien di kelas III yang sebagian besar masyarakat miskin dan kurang mampu. Jadwal yang disediakan paling-paling hanya sekali seminggu dan hanya menyediakan waktu beberapa menit saja untuk menengok pasien di sal tersebut. Hal seperti ini ditemukan di rumah sakit daerah maupun rumah sakit terbesar dan modern di Bali seperti RS Sanglah. Mereka dalam pelayanan masih membedakan golongan pasien dari masyarakat kaya dan miskin.

Adanya pandangan-pandangan negatif terhadap pelayanan kesehatan, baik menyangkut sistem manajemen organisasi kesehatan, sarana prasarana, SDM, dan lain-lain yang masih rendah standar mutunya. Institusi/lembaga yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan perlu mencermati melalui introspeksi diri terhadap tanggapan masyarakat, baik yang positif/negatif sebagai pembenahan dan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang optimal.



Standardisasi Pelayanan

Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien harus berpijak pada acuan dasar standar mutu pelayanan minimal kesehatan masyarakat (Kepmenkes RI No. 1457/Menkes/SKX/2003). Standar minimal pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah pelayanan yang diberikan dalam bidang kesehatan kepada setiap orang secara optimal, bermutu, efisien dan merata tanpa memandang suku dan golongan. Optimal maksudnya terlaksananya pelayanan kesehatan dasar, bermutu dan efisien artinya terlaksananya pelayanan kesehatan yang profesional, tepat guna dan berjalan lancar sesuai dengan tuntutan masyarakat baik di tingkat rumah sakit maupun di tingkat puskesmas.

Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, bermutu, efisien dan merata, perlu adanya pembenahan-pembenahan baik yang menyangkut manajemen pelayanan, sarana-prasarana dan sumber daya manusia.

Pertama, manajemen pelayanan. Manajemen pelayanan yang diterapkan harus transparan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Dalam perencanaan bisa menerapkan/mengakomodasi usulan-usulan dari bawah, sehingga bawahan merasa diperhatikan/dilibatkan (manajemen partisipatif). Pelayanan dalam pengorganisasian harus sesuai dengan tugas dan fungsinya, seperti staf entry data tidak dibenarkan membuka rekening atas nama lembaga. Tugas ini sebenarnya dilaksanakan oleh bendahara atas persetujuan direktur utama. Dalam hal pelaksanaan pelayanan harus memberikan informasi yang optimal baik menyangkut pembiayaan dan catatan medik maupun langkah-langkah/tindakan yang akan diambil. Pengawasan harus diefektifkan baik pengawasan intern/ekstern, sehingga penyimpangan yang terjadi dapat diketahui lebih dini.

Kedua, sarana dan prasarana. Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima kepada masyarakat dibutuhkan sarana/prasarana atau alat untuk mendukung pelayanan. Banyak alat-alat medis yang tidak memadai dan tidak sesuai. Banyak rumah sakit daerah di kabupaten tidak memiliki alat medis yang cukup dan standar, sehingga banyak pasien yang membutuhkan pelayanan di kabupaten tidak terlayani. Perlu peningkatan biaya untuk pengadaan dan pemeliharaan sarana-prasarana.

Ketiga, sumber daya manusia. Tenaga paramedis sudah memiliki skill medis/keperawatan dan kemampuan akademik yang memadai. Namun, penugasan sumber daya yang belum optimal. Hal ini terlihat dari kenyataan yang ada bahwa dokter spesialis yang ditugaskan di rumah sakit sangat jarang ditemui pasien di kelas yang sebagian besar dihuni masyarakat kurang mampu. Ini terjadi kemungkinan karena dokter tersebut tidak bekerja fulltime dan tidak fokus dengan pekerjaannya di rumah sakit. Sudah selayaknya pemerintah menerapkan kebijakan tenaga medis yang berstatus PNS tidak diizinkan nyambi di rumah sakit swasta atau buka praktik swasta. Pemerintah hendaknya menengok negara tetangga seperti Singapura yang melarang dokter bekerja di rumah sakit lain/buka praktik sendiri. Hal ini bisa diterapkan dengan konsekuensi peningkatan gaji bagi dokter PNS.

Apa yang diuraikan di atas diharapkan nantinya dapat mewujudkan harapan masyarakat terhadap pelayanan. Secara umum masyarakat sangat mengharapkan pelayanan kesehatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Hal ini meliputi pemberdayaan sumber daya manusia (dokter dan paramedis), pengembangan sarana-prasarana dan sistem informasi. Dokter dan paramedis diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawabnya, peningkatan kinerja, meningkatkan motivasi, meningkatkan kepuasan kerja dan mendorong peningkatan kualitas. Pengembangan sarana-prasarana terutama peralatan medis di kota/kabupaten sangat dibutuhkan sehingga masyarakat di kabupaten mendapat pelayanan yang cepat dan tepat.

0 komentar: